TERMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA KEBLOG SAYA TOLONG SARANYA ATAS BOLG INI

Minggu, 22 April 2012

PENGETIAN MAKNA BELAJAR MELALUI BERMAIN BAGI ANAK


Anak usia dini adalah sosok individu yang sedang menjalani suatu proses perkembangan dengan pesat dan fundamental bagi kehidupan selanjutnya. Usia dini merupakan kesempatan emas bagi anak untuk belajar. Oleh karena itu kesempatan ini hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk proses belajar anak. Rasa ingin tahu pada anak usia dini berada pada posisi puncak khususunya usia 3-4 tahun, hal ini perlu mendapat perhatian bahwa belajar anak usia dini bukan berorientasi untuk mengejar prestasi seperti kemampuan membaca, menulis, berhitung, dan penguasaan pengetahuan lainnya yang bersifat akademis, tapi orientasi belajarnya adalah mengembangkan sikap dan minat belajar serta berbagai potensi dan kemampuan dasar.
Pembelajaran bagi anak usia dini yang menjadi kontroversi selama ini adalah berkaitan dengan cara menyampaikan materi pembelajaran pada anak usia dini. Menurut Bruner dalam Arsyad (1997: 7) menyatakan bahwa ada tiga tingkatan utama modus belajar, yaitu pengalaman langsung (enactive), pengalaman pictorial/gambar (iconic), dan pengalaman abstrak (symbolic). Pengalaman langsung (enactive) adalah mengerjakan, misalnya arti kata ‘simpul’ dipahami dengan langsung membuat ‘simpul’. Pada tingkatan kedua yang diberilabel iconic (artinya gambar atau image), kata ‘simpul’ dipelajari dari gambar, lukisan, foto, atau film. Meskipun siswa belum pernah mengikat tali untuk membuat ‘simpul’ mereka dapat mempelajari dan memahami dari gambar, lukisan, foto, atau film. Selanjutnya pada tingkatan ketiga adalah symbolic, siswa membaca (atau mendengar) kata ‘simpul’ dan mencoba mencocokannya dengan ‘simpul’ pada image mental atau mencocokannya dengan pengalamannya membuat ‘simpul’. Ketiga tingkat pengalaman ini saling berinteraksi dalam upaya memperoleh ‘pengalaman’ (pengetahuan, keterampilan, atau sikap) yang baru. Jerome Bruner yang dikutip oleh Dedi Supriadi (2002: 40), menyatakan bahwa ‘setiap materi dapat diajarkan kepada setiap kelompok umur dengan cara-cara yang sesuai dengan perkembangannya’. Kuncinya adalah pada permainan atau bermain. Permainan atau bermain adalah kata kunci pembelajaran pada pendidikan anak usia dini, bermain sebagai media sekaligus substansi pendidikan itu sendiri. Dunia anak adalah dunia bermain, dan belajar dilakukan melalui bermain yang  melibatkan seluruh  indera anak. Bruner & Donalson menemukan bahwa sebagian pembelajaran terpenting dalam kehidupan diperoleh dari masa kanak-kanak yang paling awal, dan pembelajaran itu sebagian besar diperoleh dari bermain.
Cara belajar anak usia dini mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya usia anak. Bermain dinilai oleh Spock, Rothenberg dan Bruner dalam Jurnal Ilmiah PAUD sebagai suatu cara bagi anak-anak untuk meniru perilaku orang dewasa dan berusaha untuk menguasai kemampuan tersebut agar mencapai kematangan.
Anak-anak belajar berbicara dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya, selain itu lingkungan memberikan pelajaran terhadap tingkah laku dan ekspresi serta penambahan perbendaharaan kata. Berbicara secara umum dapat diartikan sebagai suatu penyampaian idea tau gagasan, pikiran kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan sehingga maksud tersebut dapat dipahami orang lain. Tarigan (1981: 15) menyatakan bahwa berbicara adalah” kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan dan perasaan”.
Untuk mengembangkan penguasaan kosa kata anak usia dini tidak dapat dilepaskan dengan penentuan kosa kata apa saja yang sesuai dengan anak usia dini itu sendiri, untuk itu perlu perlu diuraikan mengenai kata-kata yang relevan dan sesuai untuk anak usia dini, uraian kosa kata terkait erat dengan jenis kata. Jenis kata menurut pendapat Keraf dalam Suhartono (2005: 194) yaitu kata-kata bahasa Indonesia dibagi menjadi empat jenis, yaitu kata benda, kata kerja, kata sifat, dan kata tugas. Sedangkan menurut Dhieni at al (2007: 9.6–9.7) memperkaya kosa kata yang diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari meliputi kata benda, kata kerja, kata sifat, kata keterangan waktu.  

Rabu, 18 April 2012

PENGETIAN KECERDASAN SPIRITUAL ( QUOTIENON)

Istilah spiritual quation ini diartikan sebagai “kecerdasan spiritual”. Kecerdasan adalah prihal pertumbuhan akal dan cara berfikir yang semakin berkembang.1 Sedangkan spritual berasal dari kata spirit yakni rangsangan yang kuat dari dalam diri.
Secara teminologis, ia dapat diartikan sebagai rangsangan keagamaan, dorongan keagamaan, yang dalam perspektif Pendidikan Islam disebutkan sebagai kesadaran fitrah beruapa nilai-nilai keagamaan yang terbawa sejak lahir.2 Pengertian ini juga, sejalan sebagaimana yang telah disinggung pada bagian pendahuluan bahwa potensi fitrah tersebut, memuat aspek spiritual quation (kecerdasan spiritual) dalam diri manusia yang terbawa sejak lahirnya.
Potensi fitrah memuat aspek kesucian jiwa dalam diri manusia yang terbawa sejak lahirnya. Hal ini, juga didasarkan pada kenyataan bahwa hati, akal, dan pikiran manusia yang kesemuanya merupakan substansi kejiwaan tidak dapat berkembang sesuai dengan fitrah tanpa memperoleh pendidikan dengan baik, yakni suatu usaha sadar dan teratur serta sistematis yang diberikan dengan segaja kepada anak didik, dalam pertumbuhan dan kematangan dirinya baik jasmani maupun rohani.
Dapatlah dirumuskan bahwa pendidikan Islam merupakan bimbingan yang dilakukan oleh seseorang dalam upaya perwujudan kepribadian spritual yang cerdas bagi peserta didiknya. Dengan begitu, pendidikan Islam lebih banyak ditujukan pada perbaikan sikap mental yang akan berwujud dalam amal perbuatan, baik dalam segi keperluan diri sendiri maupun orang lain. Pada sisi lain, pendidikan Islam tidak hanya bersifat teoritis saja, tetapi juga praktis. Jadi pendidikan Islam, adalah sekaligus pendidikan iman dan pendidikan amal yang dapat mendekatkan diri pada Allah swt.
Surga Makalah®
Kepustakaan:
[1]Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 209.
[2] Zakiah Darajat, Pendidikan Mental Keagamaan (Jakarta: Rineka, 1997), h. 23.

PENGETIAN METODE PEMBELAJARAN MIND MAPPING

Metode Mind Mapping pertama kali diperkenalkan oleh Tony Buzan pada awal tahun 1970-an. Para ahli mengemukakan definisi Mind Mapping diantaranya sebagai berikut :
1. Tony Buzan dalam bukunya “Buku Pintar Mind Mapp”, Mind Mapping adalah suatu cara mencatat yang kreatif, efektif dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran (Tony Buzan: 2009; 4).
2. Caroline Edward, Mind Mapping adalah cara paling efektif dan efisien untuk memasukan, menyimpan dan mengeluarkan data dari atau ke otak. Sistem ini bekerja sesuai cara kerja alami otak kita, sehingga dapat mengoptimalkan seluruh potensi dan kapasitas otak manusia (Caroline Edward: 2009; 64).
3. Melvin L. Silberman, Mind Mapping adalah cara kreatif bagi peserta didik secara individual untuk menghasilkan ide-ide, mencatat pelajaran atau merencanakan penelitian baru (Melvin L. Silberman: 2005; 177).
4. Bobby De Porter, Mind Mapping (Peta Pikiran) adalah pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan Citra Visual dan grafis lainya untuk membentuk kesan antara otak kiri dan otak kanan yang ikut terlibat sehingga mempermudah memasukkan informasi ke dalam otak.41
Dari pemaparan diatas dapat kesimpulan bahwa metode Mind Mapping adalah suatu teknik mencatat yang dapat memetakan pikiran yang kreatif dan efektif serta memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak baik belahan otak kanan atau belahan otak kiri yang terdapat didalam diri seseorang (Bobby De Porter, Mike Hernacki: 2003; 153).
Dengan menggunakan metode Mind Mapping dapat menghasilkan catatan yang memberikan banyak informasi dalam satu halaman. Sehingga dengan metode Mind Mapping daftar informasi yang panjang bisa dialihkan menjadi petakan yang berwarna-warni, sangat teratur dan mudah diingat yang selaras dengan cara kerja alami otak.

PENGERTIAN PEMAHAMAN


Pemahaman berasal dari kata paham yang mempunyai arti mengerti benar, sedangkan pemahaman merupakan proses perbuatan cara memahami  (Em Zul, Fajri & Ratu Aprilia Senja, 2008 : 607-608)
Pemahaman berasal dari kata paham yang artinya (1) pengertian; pengetahuan yang banyak, (2) pendapat, pikiran, (3) aliran; pandangan, (4) mengerti benar (akan); tahu benar (akan); (5) pandai dan mengerti benar. Apabila mendapat imbuhan me- i menjadi memahami, berarti : (1) mengerti benar (akan); mengetahui benar, (2) memaklumi. Dan jika mendapat imbuhan pe- an menjadi pemahaman, artinya (1) proses, (2) perbuatan, (3) cara memahami atau memahamkan (mempelajari baik-baik supaya paham) (Depdikbud, 1994: 74). Sehingga dapat diartikan bahwa pemahaman adalah suatu proses, cara memahami cara mempelajari baik-baik supaya paham dan pengetahuan banyak.
Menurut Poesprodjo (1987: 52-53) bahwa pemahaman bukan kegiatan berpikir semata, melainkan pemindahan letak dari dalam berdiri disituasi atau dunia orang lain. Mengalami kembali situasi yang dijumpai pribadi lain didalam erlebnis (sumber pengetahuan tentang hidup, kegiatan melakukan pengalaman pikiran), pengalaman yang terhayati. Pemahaman merupakan suatu kegiatan berpikir secara diam-diam, menemukan dirinya dalam orang lain.
Pemahaman (comprehension), kemampuan ini umumnya mendapat penekanan dalam proses belajar mengajar. Menurut Bloom “Here we are using the tern “comprehension“ to include those objectives, behaviors, or responses which represent an understanding of the literal message contained in a communication.“ Artinya : Disini menggunakan pengertian pemahaman mencakup tujuan, tingkah laku, atau tanggapan mencerminkan sesuatu pemahaman pesan tertulis yang termuat dalam satu komunikasi. Oleh sebab itu siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan hal-hal yang lain. (Bloom Benyamin, 1975: 89).
Pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari (W.S. Winkel, 1996: 245). W.S Winkel mengambil dari taksonmi Bloom, yaitu suatu taksonomi yang dikembangkan untuk mengklasifikasikan tujuan instruksional. Bloom membagi kedalam 3 kategori, yaitu termasuk salah satu bagian dari aspek kognitif karena dalam ranah kognitif tersebut terdapat aspek pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam aspek di bidang kognitif ini merupakan hirarki kesukaran tingkat berpikir dari yang rendah sampai yang tertinggi.
Hasil belajar pemahaman merupakan tipe belajar yang lebih tinggi dibandingkan tipe belajar pengetahuan (Nana Sudjana, 1992: 24) menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan kedalam 3 kategori, yaitu : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat pemaknaan ektrapolasi.
Memiliki pemahaman tingkat ektrapolasi berarti seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian dan kondisi yang diterangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemempuan membuat kesimpulan yang dihubungkan dengan implikasi dan konsekuensinya.
Sejalan dengan pendapat diatas, (Suke Silversius, 1991: 43-44) menyatakan bahwa pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu : (1) menerjemahkan (translation), pengertian menerjemahkan disini bukan saja pengalihan (translation), arti dari bahasa yang satu  kedalam bahasa yang lain, dapat juga dari konsepsi abstrak menjadi suatu model, yaitu model simbolik untuk mempermudah orang mempelajarinya. Pengalihan konsep yang dirumuskan dengan kata –kata kedalam gambar grafik dapat dimasukkan dalam kategori menerjemahkan, (2) menginterprestasi (interpretation), kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan yaitu kemampuan untuk mengenal dan memahami ide utama suatu komunikasi, (3) mengektrapolasi (Extrapolation), agak lain dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya. Ia menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi.
Menurut Suharsimi Arikunto (1995: 115) pemahaman (comprehension) siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana diantara fakta-fakta atau konsep. Menurut Nana Sudjana (1992: 24) pemahaman dapat dibedakan dalam tiga kategori antara lain : (1) tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenarnya, mengartikan prinsip-prinsip, (2) tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang bukan pokok, dan (3) tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi yaitu pemahaman ektrapolasi.
Sumber: http://ian43.wordpress.com

Sabtu, 14 April 2012

TUJUAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF


 Pengelolaan  pembelajaran dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperarif, paling tidak ada tiga tujuan yang hendak dicapai, yaitu:
a.       Hasil belajar akademik
Pembelajaran kooperarif berrujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli yang berpendapat bahwa model kooperatif unggul dalam membantu siswa untuk memahami konsep-konsep yang sulit. (Sukardi, 2006: 5).
Pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik. Siswa kelompok atas akan menjadi tutor bagi siswa kelompok bawah, jadi memperoleh bantuan khusus dari teman sebaya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Dalam proses tutorial ini, siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang hubungan ide-ide yang terdapat di dalam materi tertentu.
b.      Pengakuan adanya keragaman
Model kooperatif bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai macam perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik, dan tingkat sosial.
c.       Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting lain dari pembelajaran kooperatif adalah unruk mengajarkan kepada siswa keterampilan sosial dan kolaborasi dalam hal berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mengemukakan ide dan pendapat, dan bekerja dalam kelompok. Keterampilan ini amat penting unruk dimiliki nantinya di dalam masyarakat di mana banyak kerja orang dewasa sebagian besar dilakukan dalam organisasi yang saling bergantung satu sama lain dan di mana masyarakat secara budaya semakin beragam. (Sukardi, 2006 : 2).

1.      Tingkah Laku Mengajar (Sintaks)
Terdapat  enam  langkah  utama   atau   tahapan  di  dalam  pelajaran  yang menggunakan    pembelajaran    kooperatif.     Pelajaran     dimulai     dengan    guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan dari pada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim beiajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi presentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Enam tahap pembelajaran kooperatif tersebut dirangkum dalam tabel di bawah ini.
Tabel
Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Fase-Fase
Tingkah Laku Guru
Fase 1
Menyampaikan    tujuan   dan
memotivasi siswa

Fase 2
Menyajikan informasi


Fase 3
Mengorganisas/kan   siswa  ke
dalam      kelompok-kelompok
belajar.


Fase 4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar.

Fase 5
Evaluasi



Fase 6
Memberikan Penghargaan

Guru menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar.

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok.

                                                                 Sumber : (Sukardi, 2006: 12)

Bila diperhatikan langkah-langkah model pembelajaran kooperatif pada tabel di atas maka tampak bahwa proses demokrasi dan peran aktif siswa di kelas sangat menonjol dibandingkan dengan model-model pembelajaran yang

Selasa, 10 April 2012

MODEL PEMBELAJARAN YANG BARU TAHUN 2012


Pengertian Model Pembelajaran Metaforik
Description: model pembelajaranModel pembelajaran metaforik adalah suatu kegiatan pembelajaran yang menggunakan metafor dalam kegiatannya. Kegiatan metafor ini dilakukan dengan cara subtitusi gagasan atau ide. Melakui subtitusi ini, proses kreatif diharapkan dapat terjadi.
Individu dapat menghubungkan antara yang lazim dan tidak lazim dengan demikian selama kegiatan metaforik, siswa berusaha membuat inovasi dan mengembangkan imajinasi. ( Torrence, 1986 ). Metafor mengenalkan jarak konseptual antara peserta didik dengan obyek atau pokok masalah dan memberikan waktu untuk berpikir secara reflektif.
Semakin besar jarak konseptual, semakin besar kemungkinan untuk memperoleh gagasan dan semakin dalam dan luas dalam memberikan pendapatan terhadap suatu permasalahan. Dalam hal ini Joyce ( 1978 ) menyebutkan adanya empat jarak konseptual, yaitu : (1) Mendeskripsikan masalah, (2) Mengindentifikasi masalah dengan melibatkan emosi, (3) Mengidentifikasi masalah dengan simpateti, dan (4) Mengidentifikasi masalah dengan melibatkan empatik.
Jarak konseptual tercermin dan dapat menciptakan keterlibatan emosional dan memberikan struktur kepada subyek untuk menemukan cara-cara berfikir baru.
Tentang keterlibatan emosional ini Gordon ( 1978 ) mengemukakan pendapat bahwa untuk meningkatkan keberhasilan dalam suatu situasi pemecahan masalah, elemen irasional, elemen emosional harus dipahami. Dengan cara seperti ini Peserta didik dapat membedakan hal yang lazim dan yang tidak lazim. Dalam hal ini kegiatan metafor dirancang untuk memberikan suatu dukungan struktur yang dapat digunakan peserta didik untuk membebaskan dirinya dan mengembangkan imajinasi dan pemahaman kedalam kegiatan sehari-hari.
Gordon mengajukan tiga jenis metaforik
  1. Analogi langsung. Analogi langsung merupakan pembandingan sederhana dari dua obyek atau konsep. Fungsinya adalah untuk merubah urutan kondisi topik riil atau situasi masalah dengan situasi yang lain untuk menyajikan suatu pandangan baru tentang suatu gagasan atau masalah. Agar dapat melaksanakan analogi langsung, peserta didik harus belajar dengan cara menganalogikan kondisi obyek kedalam latar baru disamping belajar cara-cara mengubah perumpamaan.
  2. Analogi personal dalam analogi personal peserta didik melibatkan dirinya sebagai obyek yang dibandingkan. Misalnya : Andaikan anda orang tua mempunyai dua anak bagaimana cara membagi bingkisan dengan adil ?.
  3. Konflik Kempaan. Tujuan konflik Kempaaan adalah mempertajam insting untuk memperluas munculnya ide mode baru pada diri peserta didik. Dalam kegiatan konflik kempaan Peserta didik dapat merefleksikan kegiatan mental yang tinggi. Dalam kegiatan ini peserta didik dapat mengkombinasikan kegiatan titik pandang yang berbeda pada suatu obyek atau ide dari beberapa kerangka acuan yang berbeda. Kegiatan akan menghasilkan gambaran tentang suatu obyek berdasarkan dua frase yang kontradiktif.
http://lenterakecil.com/pengertian-model-pembelajaran-metaforik/