. Oleh Rofei
Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada
pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau
aturan-aturan Allah Subhanallah. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah,
tidak akan memilih tata cara yang lain.
Namun
di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang. Kami akan mengungkap
tata cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad SAW yang hanya dengan
cara inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah).
Jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran
yang dilakukannya. Dalam masalah pernikahan sesunggguhnya Islam telah mengatur
sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana mencari calon pendamping hidup sampai
mewujudkan sebuah pesta pernikahan.
Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan
menurut Islam secara singkat.Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah
1.
Minta Pertimbangan
Bagi
seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk
menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat
wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar
tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat
memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil.
Begitu
pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta
pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.
2.
Shalat Istikharah
Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon
isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi
kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan. Shalat istikharah adalah
shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana
yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk
keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika
seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang
urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada
penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan
suatu pilihan.
3.
Khithbah (peminangan)
Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan
wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus
menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak
hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi
anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah
bilamana memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:
a.
Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan.
syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya
saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi
selamanya(masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar
dan lain-lain).
b.
Belum dipinang orang lain secara sah
Sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan
saudaranya. Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang
lain. Maka tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli
saudaranya, dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang
saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)
Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang
laki-laki untuk meminangnya.
4. Melihat Wanita yang Dipinang
Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar
untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk
melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar
mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnya Dari Jabir
radliyallahu anhu, bersabda : Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
"Apabila salah seorang di antara kalian meminang
seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang
mendorongnya untuk menikahinya."
Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak
wanita dan aku bersembunyi untuk bisa melihat apa yang mendorong aku
untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud dan
dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832).
Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam
masalah melihat pinangan ini di antaranya adalah:
a.
Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa
disertai mahram.
b. Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan
dengan laki- laki yang meminangnya
5. Aqad Nikah
Dalam aqad nikah
ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
a. Adanya suka sama suka dari
kedua calon mempelai.
b. Adanya ijab qabul. Ijab artinya
mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan.
Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya
seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya
menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab
qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan
kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya,
untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai
isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu.
c. Adanya Mahar (mas kawin)
Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang
hendak menikahinya menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan
batasan nilai tertentu dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah
pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebihmenyukai mas kawin yang
mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.
Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam: "Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan."
(HR.Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)
d. Adanya Wali
Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali."
(HR. Abu
Daud dan dishahihkan oleh syaikh Al-Albani dalam Shahih
Sunan Abi Dawud.
Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian
wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah
kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah,
kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang
lainnya atau hakim.
e. Adanya Saksi-Saksi
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
"Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang
adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih
Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).
Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam,
sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun
nikah atau khuthbatul hajat.
6. Walimah
Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda
Rasulullah shallallahu alaih wa sallam kepada Abdurrahman bin
Auf:"....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing."
(HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no.
1854)
Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika
kalian diundang walimah, sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan atau
yang lainnya).
Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia
telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim
4/152, dan Ahmad no. 6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari Ibnu Umar).
Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang
didalamnya terdapat maksiat kepada Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan
maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir,
tetapi tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib
meninggalkan tempat itu. Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan
maka aku mengundang Nabi shallallahu ?alaihi wa sallam dan beliaupun datang.
Beliau masuk dan melihat tirai yang bergambar maka beliau keluar dan bersabda:
"Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang
di dalamnya ada gambar." (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah, shahih, oleh Syaikh
Muqbil bin Hadi Al-Wadii.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar