TERMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA KEBLOG SAYA TOLONG SARANYA ATAS BOLG INI

Sabtu, 07 April 2012

DASAR TEORI TENTANG BELAJAR MENGAJAR MATEMATIKA




Berikut teori belajar mengajar matematika menurut beberapa tokoh:
1.      Gagne
Menurut Gagne belajar merupakan seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulus lingkungan melewati pengelolaan informasi, dan menjadi kapabilitas baru.[1]
Menurut Gagne belajar matematika ada 2 objek yang dapat diperoleh siswa, obyek langsung yang meliputi fakta, ketrampilan, konsep dan aturan (principle) dan dan obyek tak langsung yang meliputi kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, mandiri (belajar, bekerja, dan lain-lain), bersikap positif terhadap matematika, tahu bagaimana semestinya belajar.[2]
Menurut Gagne pengajaran matematika akan lebih relevan apabila disesuaikan dengan tipe belajar siswa. Adapun tipe belajar siswa menurut Gagne meliputi depalan tipe belajar  yaitu :
a.       Belajar Signal (signal learning). Belajar sesuatu yang tidak disengaja sebagai akibat dari suatu rangsangan yang dapat menimbulakan realisasi emosional kita disebabakan karena perasaan kita terkena.[3]
b.      Belajar Stimulus Respon (S-R Learning). Belajar dimana aspek (konseptual) mulai berfungsi, gerakan motoris merupakan  komponen penting dalam respon itu. Dengan belajar stimulus respons ini seseorang belajar mengucapkan kata-kata dalam bahasa asing. [4]
c.       Belajar merangkai tingkah laku (chaining).  Jenis belajar ini menunjukkan adanya dua atau lebih S-R yang digabungkan bersama. Misalnya : ketrampilan membagi suatu sudut menjadi dua bagian yang sama dengan menggunakan penggaris dan jangka.[5]
d.      Belajar asosiasi verbal (verbal chaining). Perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih stimulus respon. Dalam  matematika tipe belajar ini ialah : menyatakan atau mengemukakan pendapat tentang konsep, simbol, definisi, aksioma, dalil dll. [6]
e.       Belajar Diskriminasi (descrimination learning). Tipe belajar yang menghasilkan kemampuan membeda-bedakan berbagai gejala. Contoh dalam matematika : pada segitiga siku-siku sudut yang paling besar adalah sudut siku-siku dan sisi miringnya adalah sisi terpanjang, pada segitiga lancip semua sudutnya lancip dan tidak usah ada sisi yang terpanjang, pada segitiga tumpul sebuah sudutnya lebih besar dari 900 dan sisi yang di depan sudut tumpul  itu berupa sisi terpanjang.[7]
f.        Belajar konsep (concept learning). Belajar yang dilakukan dengan menentukan ciri-ciri yang khas yang ada dan memberikan sifat tertentu pula pada berbagai objek. Misalnya : untuk pemahaman konsep garis (garis lurus) siswa mengamati sisi meja, garis pertemuan dua dinding dari ruang kelas, seutas tali yang direntangkan dengan kuat, horison. Ia membedakan dengan lengkungan lain, ruas garis, sinar, dll.[8]
g.       Pembentukan aturan (rule learning). Belajar ini terjadi dengan cara mengumpulkan sejumlah sifat kejadian yang kemudian tersusun dalam macam-macam aturan. Misalnya : seseorang mungkin mampu menyebutkan aturan (rumus) Phytagoras dalam segitiga siku-siku (c2 = a2 + b2), tetapi tidak mampu mengaplikasikannya.
h.       Pemecahan masalah (problem solving). Pemecahan masalah merupakan tipe belajar yang lebih tinggi derajatnya dan lebih kompleks daripada pembentukan aturan. Menerapkan rumus (c2 = a2 + b2), untuk segitiga siku-siku adalah belajar pembentukan aturan, tetapi ini bukan tipe pemecahan masalah.
2.      Teori Jerome. S.Bruner.
Jerome Bruner berpendapat bahwa belajar matematika adalah belajar tentang konsep – konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat di dalam kelas, materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu[9]. Bruner melukiskan bahwa siswa berkembang melalui tiga tahap perkembangan mental yaitu :
a. Tahap Enactiv, dalam tahap ini siswa di dalam belajarnya menggunakan/memanipulasi obyek-obyek secara langsung.
b.      Tahap Ikonic, dalam tahap ini anak tidak memanipulasi langsung obyek-obyek melainkan sudah dapat memanipulasi dengan menggunakan gambaran dari obyek.
c.       Tahap Simbolik, dalam tahap ini siswa sudah dapat memanipulasi simbul-simbul secara langsung dan tidak lagi ada kaitannnya dengan obyek-obyek.
Sebagai contoh penerapan dari Teori Bruner adalah dalam mempelajari  penjumlahan dua bilangan cacah, pembelajaran  akan terjadi secara optimal, jika mula-mula siswa mempelajari hal itu dengan menggunakan benda-benda konkret (misalnya menggabungkan 3 kelereng dengan 2 kelereng, dan kemudian menghitung banyaknya kelereng semuanya). Kemudian dilanjutakan dengan menggunakan gambar atau diagram yang mewakili 3 kelereng dan 2 kelereng yang digabungkan tersebut. Pada tahap berikutnya, siswa melakukan penjumlahan kedua bilangan itu dengan menggunakan lambang-lambang, yaitu : 3 + 2 = 5.
3.      Teori Van Hiele
Van hiele berpendapat bahwa dalam mempelajari geometri para siswa mengalami perkembangan kemampuan berfikir dengan melalui tahapan-tahapan sebagai berikut [10]:
a.      Tahap pertama, Visualisasi (Pengenalan). Pada tahap ini siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri, seperti segitiga, kubus, bola, lingkaran dan lain. Tetapi ia belum bisa memahami sifat-sifatnya.
b.      Tahap kedua, Analisis (Analisa). Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami sifat-sifat konsep atau bentuk geometri. Misalnya siswa mengetahui dan mengenal bahwa sisi persegi panjang yang berhadapan itu sama panjang, bahwa panjang kedua diagonalnya sama panjang dan memotong satu sama lain sama panjang.
c.       Tahap ketiga, Abstraksi (Pengurutan). Pada tahap ini siswa sudah mengenal bentuk-bentuk geometri dan memahami sifat-sifatnya juga, ia sudah bisa mengurutkan bentuk-bentuk geometri yang satu sama lain saling berhubungan.
d.      Tahap keempat, Deduksi. Pada tahap ini siswa sudah memahami peranan pengertian–pengertian pangkat, definisi-definisi, aksioma-aksioma dan teorema-teorema geometri.
e.       Tahap kelima, Rigor (kaakuratan). Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami bahwa adanya ketepatan dari apa-apa yang mendasar itu penting. Misalnya : ketepatan dari aksioma-aksioma yang menyebabkan terjadi geometri dari Euclid.





[1] Ibid, hal. 21
[2] Russefendi, Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA, (Bandung : Tarsito, 1988) hal. 165
[3] Ibid, hal. 165
[4] Saiful Sagala, Konsep ......... hal. 20
[5] Herman Hudoyo, Strategi Mengajar…….. hal. 26
[6] Russefendi, Pengantar ………hal. 167
[7] Ibid, hal. 168
[8] Ibid, hal. 168
[9] Ibid, hal. 48
[10] Rusefendi, Pengantar Kepada Membantu Guru……. Hal. 163.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar